Sugeng rawuh to our blog site

Sugeng rawuh to our blog site

serba serbi serabi G activity

Rabu, 06 April 2011

tugas ringkasan 3 bab mata kuliah Filsafat

Tugas Filsafat
Nama : Dwi Luhur Candraningtias
Nim : 292009179
Kelas : G
EPISTEMOLOGI

A. EPISTEMOLOGI SUBYEKTIF DAN PRAGMATIK
Epistemologi subyektif memberikan implikasi pada standar rasional tentang hal yang diyakini. Menggunakan standar rasional berarti bahwa sesuatu yang diyakini sebagai benar itu tentunya memiliki sifat reliabel, ajeg. Bila ajeg sebagai standar, maka rebilis itu pada hakekatnya adalah obyektivis. Sebaliknya karena yang diyakini benar tersebut perlu terolah secara reflektif, maka sifatnya kembali menjadi subyektif.
Tokoh epistemologi pragmatik adalah William James dan juga John Dewey. Dewey menyarankan agar pencarian pada yang kekal hendaknya diganti dengan pencermatan realistik mengkritik ide palsu, diganti dengan pencermata eksperimental dan empirik, menggunakan means mencari ends untuk selanjutnya ends menjadi means.

B. KEBENARAN EPISTEMOLOGIK
Sejarah ilmu membuktikan betapa ilmuwan terdahulu menampilkan tesis dan teori yang secara berkelanjutan disanggah atau dimodifikasi atau diperkaya oleh ilmuwan berikutnya. Kebenaran-kebenaran yang ditampilkan berupa tesis atau teori yang bersifat kondisional, sejauh medianya demikian, sampelnya itu, desainnya demikian, dan seterusnya.
Dengan demikian kebenaran yang diperoleh dengan cara kerja demikian adalah kebenaran epistemologik.
Ilmu pengetahuan yang berkembang sekarang dengan metodologi yang kita kenal sekarang ini lebih banyak menjangkau kebenaran epistemologik, belum menjangkau kebenaran substantif-hakiki.
Pada satu sisi pangkal dari semua ilmu adalah pada adanya kehendak sadar manusia untuk mengenal obyek-obyek di sekitarnya dan dalam dirinya. Penengenalan beragam obyek diserap lewat indra, akal rasio, akal budi, dan intuisi serta keimanan kita. Bahwa banyak ahli berbeda pendapat yang satu hanya mengakui yang sensual, yang lain sampai yang ethik, yang lain lagi mengakui yang transenden, akan memberi warna epistemologi.
Pada sisi lain, dalam sejarah perkembangan ilmu terbukti bahwa hasil pengenalan tersebut secara klasik akan disajikan dala pemikiran kuantitatif atau kualitatif. Dalam tampilan kuantitatif akan muncul monisme atau pluralisme atau paralelisme antara yang sensual, logik, ethik, dan yang transenden. Dalam tampilan kualitatif akan muncul materialisme, idealisme, naturalisme, hylomorphosme. Pemberian label klasik tersebut penulis maksudkan bahwa tata fikir keduanya akam tetap ada sepanjang sejarah perkembangan ilmu, sehingga sebaiknya tidak saling menafikan, melainkan saling dapat memahami alur fikir masing-masing.

• Hikmah bagi mahasiswa :
- Membiasakan diri bersifat kritis.
- Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa.
• Hikmah bagi agama :
- Dapat mendekatkan diri pada yang transenden.
• Hikmah bagi masyarakat :
- Mempererat tali persaudaraan.












METODA ILMIAH

Metode ilmiah pengetahuan merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis. Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan adalah sebagai berikut :
1. Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah.
2. Menyusun kerangka pikiran (logical construct).
3. Merumuskan hipotesis (jawaban rasioanal terhadap masalah).
4. Menguji hipotesis secara empirik.
5. Melakukan pembahasan.
6. Menarik kesimpulan.

Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah yaitu menetapkan masalah penelitian, apa yang dijadikan masalah penelitian dan apa obyeknya.
Cara yang paling sederhana untuk menemukan pertanyaan penelitian (research question) adalah melalui data sekunder. Wujudnya berupa beberapa kemungkinan, misalnya :
- Melihat suatu proses dari perwujudan teori.
- Melihat linkage dari proposisi suatu teori, kemudian bermaksud memperbaikinya.
- Merisaukan keberlakuan suatu dalil atau model di tempat tertentu atau pada waktu tertentu.
- Melihat tingkat informative value dari teori yang telah ada, kemudian bermaksud meningkatkannya.
- Segala sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori yang sudah ada, atau belum dapat dijelaskan secara sempurna.

Menyusun kerangka pikiran, yaitu mengalirkan jalan pikiran menurut kerangka yang logis atau menurut logical construct. Hal ini tidak lain dari mendudukperkarakan masalah yang diteliti (diidentifikasi) dalam kerangka teoritis yang relevan dan mampu menangkap, menerangkan serta menunjukkan perspektif terhadap masalah itu. Upaya ditujukan untuk menjawab atau menerangkan pertanyaan penelitian yang diidentifikasi.
Cara berfikir (nalar) ke arah memperoleh jawaban terhadap masalah yang diidentifikasi adalah dengan penalaran deduktif. Sebagaimana telah dijelaskan, cara penalaran deduktif ialah cara penalaran yang berangkat dari hal yang umum (general) kepada hal-hal yang khusus (spesifik). Hal-hal yang umum ialah teori (dalil/hukum), sedangkan hal yang bersifat khusus (spesifik) tidak lain adalah masalah yang diidentifikasi itu.
Merumuskan hipotesis. Hipotesis adalah kesimpulan yang diperoleh dari penyusunan kerangka pikiran.
Beberapa syarat logika yang harus terkandung dalan hipotesis antara lain:
1. Dapat menjelaskan kenyataan yang menjadi masalah dan dasar hipotesis.
2. Mengandung sesuatu yang mungkin.
3. Dapat mencari hubungan kausal dengan argumentasi yang tepat.
4. Dapat diuji kebenaran maupun kesalahannya.

Menguji hipotesis ialah membandingkan atau menyesuaikan (mathcing) segala yang terkandung dalam hipotesis dengan data empirik. Pembandingan atua penyesuaian itu pada umumnya didasarkan pada pemikiran yang beranggapan bahwa di alam ini suatu peristiwa mungkin tidak terjadi secara tersendiri. Dengan kata lain, suatu sebab mungkin akan menimbulkan beberapa akibat, atu mungkin pula suatu akibat ditimbulkan oleh beberapa penyebab.
Membahas dan menarik kesimpulan, dalam membahas sudah termasuk pekerjaan interpretasi terhadap hal-hal yang ditemukan dalam penelitian. Dalam interpretasi, pikiran kita diarahkan pada dua titik pandang. Pertama, kerangka pikiran (logical construct) yang telah disusun, bahkan ini harus merupakan frame of work pembahasan penelitian. Kedua, pandangan diarahkan ke depan, yaitu mengaitkan kepada variabel-variabel dari topik aktual. Pembahasan tidak lain adalah mencocokkan deduksi dalam kerangka pikiran dengan induksi dari empirik (hasil pengujian hipotesis), atau pula kepada induksi-induksi yang diperoleh orang lain (hasil penelitian orang lain). Bagaimana hasil dari mencocokkan ini, apakah cocok (paralel atau analog), atau sebaliknya (bertentangan atau kontradiktif). Apabila ternyata bertentangan atau tidak cocok maka perlu dilacak dimana letak perbedaan atau pertentangan itu dan apa kemungkinan penyebabnya.
Hasil pembahasan tidak lain adalah kesimpulan. Kesimpulan penelitian adalah penemuan-penemuan dari hasil interpretasi dan pembahasan. Penemuan-penemuan dari hasil interpretasi dan pembahasan harus merupakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian sebagai masalah, atau sebagai bukti dari penerimaan terhadap hipotesis yang diajukan. Pernyataan-pernyataan dalam kesimpulan dirumuskan dalam kalimat yang tegas dan padat, tersusun dari kata-kata yang baik dan pasti, sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan tafsiran-tafsiran yang berbeda (apa yang dimaksud oleh si peneliti harus ditafsirkan sama oleh orang lain). Pernyataan-pernyataan tersusun sesuai dengan identifikasi masalah atau dengan susunan hipotesisnya.

• Hikmah bagi mahasiswa :
- Menambah semangat mahasiswa dalam pembuatan karya tulis atau makalah karena sudah ada metode ilmiah.
• Hikmah bagi agama :
- Lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa.
• Hikmah bagi masyarakat :
- Bisa bersosialisasi dengan masyarakat tentang metode-metode ilmiah.

LOGIKA INDUKTIF

Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Pengetahuan yang dimaksud adalah suatu fenomena yang ditangkap oleh indra manusia. Menangkap berarti mengamati atau mengobservasi, sedangkan hal-hal yang diamati dari fenomena itu tidak lain adalah fakta-fakta.
Dalam observasi itu fakta-fakta dari fenomena dikumpulkan, diamati, diklasifikasi, disusun secara teratur (sistematis) kemudian ditarik generalisasi-generalisasi sebagai kesimpulannya. Dari sinilah terwujud hukum-hukum, dalil-dalil, atau teori dari suatu ilmu. Pekerjaan semacam itu tidak lain adalah pekerjaan induktif (menginduksi). Dapatlah dikatakan bahwa pekerjaan induktif ini dimulai dari hal-hal yang khusus (particular) yang terpikirkan sebagai kelas dari suatu fenomena, menuju generalisasi-generalisasi.
Prinsip induktif yang menjadi pegangan ialah: “jika sejumlah besar A (fakta-fakta dari suatu fenomena) diamati pada variasi kondisi yang luas, dan ternyata semua A yang diamati itu menunjukkan adanya sifat B, maka semua A termasuk yang tidak diamati) akan memiliki sifat B pula”. Secara general dikatakan bahwa “semua A memiliki sifat B”.
Selintas nampak bahwa pekerjaan induktif itu mudah dan sederhana, namun pada kenyataannya tidak demikian. Coba perhatikan prinsip dasar induktif, yaitu tentang “sejumlah besar A (fakta-fakta dari fenomena itu)” dan “variasi kondisi yang luas”. Dari prinsip tersebut dapat ditanggapi bahwa semakin besar A yang diamati (seyogyanya semua A pada fenomena), dan semakin luas variasi kondisi dimana pengamatan itu dilakukan, maka makin mantap hukum/dalil/teori yang dibangunnya. Tetapi timbul suatu pertanyaan (masalah induksi), mampukah pengamat mengamati seluruh A dari fenomena itu dan melakukannya pada variasi kondisi yang lengkap? Meskipun idealnya terdapat pembagian induksi lengkap (completely induction) dan induksi tidak lengkap itu, yang disebut sample study, daripada induksi lengkap.
Dalam melaksanakan sanple study, masih tetap mempertanyakan tentang tiga hal, yaitu:
1. Besar kecilnya sampel.
2. Representatifnya sampel.
3. Homogenitas sampel.
Oleh karena itu dalam induksi tidak lengkap dengan sample study, si observer tidak bersikeras berkeyakinan bahwa hasilnya akan memperoleh kebenaran dari kesimpulan yang berlaku mutlak untuk generalisasi populasinya melainkan hanya berlaku pada taraf-taraf tertentu saja. Itu berarti pula bahwa pada taraf-taraf tertentu juga akan mengalami kesalahan/penyimpangan.

• Hikmah bagi mahasiswa :
- Membiasakan diri untuk bersikap logis-rasional.
- Membiasakan diri berfikir dengan logika induktif.
• Hikmah bagi agama :
- Lebih mendekatkan diri pada Tuhan.
• Hikmah bagi masyarakat :
- Dapat bertukar pikiran dengan masyarakan menggunakan logika induktif.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar