Sugeng rawuh to our blog site

Sugeng rawuh to our blog site

serba serbi serabi G activity

Jumat, 08 April 2011

FILSAFAT ILMU

Yoga Dwi Prasojo
292009195 / G
RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

A. Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk. (1998) untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu sangat bermanfaat untuk menyimak empat titik pandang di dalam filsafat ilmu, yaitu sebagai berikut :
1. Filsafat ilmu adalah perumusan world views yang konsisten dengan dan pada beberapa pengertian didasarkan atas teori-teori ilmiah yang penting.
2. Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dan presuppositions dan predispositions dari para ilmuan. Pandangan ini cenderung mengasimilasikan filsafat ilmu dengan sosiologi.
3. Filsafat ilmu adalah suatu disiplin yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan.
4. Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order criteriology).

Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Filsafat ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang menyangkut hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah.
b. Filsafat ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyengkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. (Becrling, 1988).

Tempat kedudukan filsafat ilmu ditentukan oleh dua lapangan penyelidikan filsafat ilmu berikut :
a. Sifat pengetahuan ilmiah,
b. Menyangkut cara-cara mengusahakan dan mencapai pengetahuan ilmiah.


B. Objek Filsafat Ilmu.
1. Objek Material Filsafat Ilmu
Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu.

2. Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal adalah hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan. Problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan, yakni ontologism, epistemologis, dan aksiologis.
Landasan ontologis artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki oleh seorang ilmuwan.
Landasan epistemologis artinya titik tolak penelahaan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran.
Landasan aksiologis merupakan sikap etis yang harus dikembangkan oleh seorang ilmuan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Dengan demikian, suatu aktivitas ilmiah senantiasa dikaitkan dengan kepercayaan, ideologi yang dianut oleh mayarakat atau bangsa, tempat ilmu itu dikembangkan. (Rizal Mustansyir, dkk., 2001).

C. Lingkupan Filsafat Ilmu Menurut para Filsuf
1. Peter Angeles
Menurut filsuf ini, filsafat ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi yang utama :
a. Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan, dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat.
b. Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur perlambangannya.
c. Telaah mengenai saling kaitan diantara berbagai ilmu.
d. Telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas, hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas teoritis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan.
2. A. Cornelius Benjamin
Filsuf ini membagi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang sebagai berikut :
a. Telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambangan ilmiah.
b. Penjelasan mengenai konsep dasar, praanggapan, dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional, atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya.
c. Aneka telaah mengenai saling kait diantara berbagai ilmu dan imlikasinya bagi suatu teori alam semesta seperti idealisme, materialisme, monisme atau pluralisme.
3. Marx Wartofsky
Menurut filsuf ini rentangan luas dari soal-soal interdisipliner dalam filsafat ilmu meliputi :
a. Perenungan mengenai konsep dasar, struktur formal dan metodologi ilmu.
b. Persoalan-persoalan ontologi dan epistemologi yang khas bersifat filsafati dengan pembahasan yang memadukan peralatan analitis dan logika modern dan model konseptual dari penyelidikan ilmiah.
4. Ernest Nagel
Filsafat ilmu mencakup tiga bidang luas :
a. Pola logis yang ditunjukkan oleh penjelasan dalam ilmu.
b. Pembuktian konsep ilmiah.
c. Pembuktian keabsahan kesimpulan.

D. Problema Filsafat Ilmu
1. B. Van Fraassen dan H. Margenau
Menurut kedua ahli ini problem utama dalam filsafat ilmu setelah tahun-tahun enampuluhan adalah :
a. Metodologi, yaitu mengenai sifat dasar dari penjelasan ilmiah, logika penemuan, teori probabilitas, dan teori pengukuran.
b. Landasan ilmu-ilmu
Ilmu-ilmu empiris hendaknya melakukan penelitian mengenai landasannya dan mencapai sukses seperti halnya landasan matematika.
c. Ontologi
Persoalan utama yang diperbincangkan ialah menyangkut konsep subtansi, proses, waktu, ruang, kausalitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas teoritis. (The Liang Gie, 2000, hlm. 78-79).
2. Victor Lenzen
Filsuf ini mengajukan 2 problem :
a. Struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah.
b. Pentingnya ilmu bagi praktik dan pengetahuan tentang realitas. (The Liang Gie, hlm. 79).
3. The Liang Gie
Seluruh problem dalam filsafat ilmu dapat ditertibkan menjadi :
a. Problem epistemologis tentang ilmu,
b. Problem metafisis tentang ilmu,
c. Problem metodologis tentang ilmu,
d. Problem logis tentang ilmu,
e. Problem etis tentang ilmu,
f. Problem estetis tentang ilmu,
E. Manfaat Belajar Filsafat Ilmu
1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah.
2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan.
3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.

Implikasi mempelajari filsafat ilmu seperti yang diuraikan Rizal Mustansyir, dkk., adalah sebagai berikut :
1. Bagi seseorang yang memperlajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak yang kuat.
2. Menyadarkan seorang ilmuan agar tidak terjebak ke dalam pola piker “menara gading” yaitu hanya berfikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya.
Hikmah :
• Setelah membaca bab ini kita mampu mengetahui latar belakang munculnya filsafat ilmu serta masalah – masalah atau problematika dalam filsafat ilmu yang dikemukakan oleh para ahli, serta manfaat filsafat ilmu dalam bidang pendidikan.


PENEMUAN KEBENARAN

A. Cara Penemuan Kebenaran
1. Penemuan secara kebetulan
Yaitu penemuan yang berlangsung tanpa disengaja. Cara ini tidak dapat diterima dalam metode keilmuan untuk menggali pengetahuan atau ilmu.
2. Penemuan ‘Coba dan Ralat’ (Trial and Error)
Penemuan ini terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil kebenaran yang dicari. Penemuan ini kerap kali memerlukan waktu yang lama, karena memang tanpa rencana, tidak terarah, dan tidak diketahui tujuannya.
3. Penemuan Melalui Otoritas atau Kewibawaan
Pendapat orang-orang yang mempunyai kewibawaan, misalnya orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran meskipun pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah.
4. Penemuan Secara Spekulatif
Misalnya seseorang yang menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan pada penemuan secara spekulatif, mungkin sekali ia membuat sejumlah alternatif pemecahan.
5. Penemuan Kebenaran Lewat Cara berfikir Kritis dan Rasional
Dalam menghadapi masalah, manusia berusaha menganalisanya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat.
6. Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah
Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuan. Penyaluran sampai pada taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat dan bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah.

B. Definisi Kebenaran
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadarminta ditemukan arti kebenaran, yakni 1. Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya); 2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya); 3. Kejujuran, kelurusan hati; 4. Selalu izin, perkenanan; 5. Jalan kebetulan.
C. Jenis-Jenis Kebenaran
Kebenaran Epistemologikal adalah pengertian kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia. Kebenaran dalam arti ontological adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan. Kebenaran dalam arti semantikal adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran semantikal disebut juga kebenaran moral karena apakah tutur kata dalam bahasa itu mengkhianati atau tidak terhadap kebenaran epistemological atau pun kebenaran ontological tergantung kepada manusianya yang mempunyai kemerdekaan untuk menggunakan tutur kata atau pun bahasa itu.

D. Sifat Kebenaran
Menurut Abbas Hamami Mintaredja (1983) kata “kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya proposisi yang benar. Proposisi maksudnya makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Jika subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan, dan nilai.
Berbagai kebenaran dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM Yogyakarta (1996) dibedakan menjadi 3 hal, yakni sebagai berikut :
1. Kebenaran kaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya apakah pengetahuan itu berupa :
a. Pengetahuan biasa atau biasa disebut knowledge of the man in the street atau ordinary knowledge atau common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif.
b. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan atau hampiran metodologis yang khas pula.
c. Pengetahuan filsafat yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafat, yang sifatnya mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran yang analitis, kritis dan spekulatif.
d. Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
2. Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya. Jika seseorang membangunnya melalui indra atau sense experience, pada saat itu membuktikan kebenaran pengetahuan harus melalui indra pula, begitu juga dengan cara yang lain.
3. Kebenaran yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Artinya bagaimana relasi atau hubungan antara subjek dan ojek manakah yang dominan untuk membangun pengetahuan, subjekkah atau objek.

E. Teori Kebenaran dan Kekhilafan
Secara tradisional teori-teori kebenaran itu antara lain sebagai berikut :
1. Teori kebenaran saling berhubungan (Coherence Theory of Truth)
Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melaui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah atau memakai logika apabila merupakan pernyataan yang bersifat logis.
2. Teori Kebenaran Saling Berkesuaian (Correspondence Theory of Truth)
Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal dan paling tua. Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi bernilai benar apabila saling berkesuaian dengan dunia kenyataan.
3. Teori Kebenaran Inherensi (Inherent Teory of Truth)
Pandangannya adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat.
4. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
Proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya. Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai referensi yang jelas.
5. Teori Kebenaran Sintaksis
Berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku.
6. Teori Kebenaran Nondeskripsi
Teori kebenaran nondiskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statemen atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung pada peran dan fungsi dari pernyataan itu. Jadi, pengetahuan akan memiliki nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupa sehari-hari.
7. Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistic yang diawali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, problema kebenaran hanya merupakan kakacauan bahasa saja dan hal ini mengakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupinya.

Kekhilafan
Dalam pengetahuan kekhilafan terjadi karena kesalahan pengambilan kesimpulan yang tidak runtut terhadap pengalaman-pengalaman. Jadi dalam hal ini khilaf muncul karena adanya praanggapan atau pernyataan yang sudah dianggap benar secara umum.

Hikmah :
• Bahwa kita dituntut menjadi manusia yang kreatif dalam pengambilan sutu keputusan namun tetap berdasarkan teori – teori empiris. Bahwa tak selalu apa yang kita lakukan benar, namun ada kesalahan yang membuat kita mengetahui apa kekurangan kita.



HUBUNGAN DAN PERANAN ILMU PENGETAHUAN TERHADAP
PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN NASIONAL

A. Ilmu dan Masyarakat
Pada masa lampau kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari belum dapat dirasakan. Ilmu sama sekali tidak memberikan pengaruhnya terhadap masyarakat. Ungkapan Aristoteles tentang ilmu “umat manusia menjamin urusannya untuk hidup sehari-hari, barulah ia arahkan perhatiannya kepada ilmu pengetahuan”. (Van Melsen, 1987)
Ilmu pada dewasa ini mengalami fungsi yang berubah secara radikal, dari tidak berguna sama sekali dalam kehidupan praktis menjadi “tempat tergantung” kehidupan manusia.

B. Pengertian dan Unsur-Unsur Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal.
Beberapa pengertian kebudayaan dari para ahli baik dari budayawan Indonesia atau pun dari bangsa di luar Indonesia.
1. Ki Hajar Dewantoro
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
2. Sutan Takdir Alisyahbana
Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berfikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
4. A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn
Kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.


5. Malinowski
Kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia.

Unsur-unsur kebudayaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sistem religi dan upacara keagamaan. Merupakan produk manusia sebagai homo religious.
2. Sistem organisasi kemasyarakatan merupakan produk dari manusia sebagai homo socius.
3. Sistem pengetahuan merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu dapat juga dari pemikiran orang lain.
4. Sistem mata pencarian hidup yang merupakan produk dari manusia sebagai homo economicus menjadi tingkat kehidupan manusia secara umum harus meningkat.
5. Sistem teknologi dan peralatan merupakan produksi dari manusia sebagai homo faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu alat.
6. Bahasa merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda, yang kemudian disempurnakan dalam bentuk bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan.
7. Kesenian merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya.

C. Pengaruh timbal-balik antara ilmu dan kebudayaan
Antara ilmu dan kebudayaan ada hubungan timbale balik. Perkembangan ilmu tergantung pada perkembangan kebudayaan, sedangkan perkembangan ilmu dapat memberikan pengaruh pada kebudayaan. Keadaan sosial dan kebudayaan, saling tergantung dan saling mendukung.

D. Peranan Ilmu Terhadap Pengembangan Kebudayaan Nasional
1. Pengertian Kebudayaan Nasional
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah kebudayaan diartikan sebagai : a. hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia; b. keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Sementara itu kebudayaan nasional diartikan sebagai kebudayaan yang dianut oleh semua warga dalam satu negara. Artinya keseluruhan cara hidup, cara berfikir, dan pandangan hidup suatu bangsa yang terekspresi dalam seluruh segi kehidupannya dalam ruang dan waktu tertentu.
2. Kebudayaan Nasional dan Manusia Indonesia
Dinamis atau tidaknya kebudayaan nasional akan tampak dari mampu atau tidaknya kebudayaan tersebut merangsang pertumbuhan serta perkembangan segala kekuatan aktif kreatif yang dimiliki manusia dan masyarakat Indonesia.
3. Peranan Ilmu terhadap Kebudayaan Nasional
Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan dari kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional kea rah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan aspirasi tujuan nasional.

E. Strategi Kebudayaan
1. Fungsi Kebudayaan Nasional
Kebudayaan nasional mempunyai dua fungsi pokok, yaitu pertama sebagai pedoman dalam membina persatuan dan kesatuan bangsa bagi masyarakat majemuk Indonesia. Kedua sebagai pedoman dalam pengambilalihan dan pengembangan ilmu dan teknologi modern.
Kebudayaan nasional merupakan sarana pemberi identitas bangsa, wahana komunikasi, dan penguat solidaritas, serta pedoman alih ilmu dan teknologi. Agar kebudayaan nasional dapat berfungsi, diperlukan sistem demokratisasi budaya, yakni suatu sistem yang mendukung kebebasan dan otonomi manusia serta lembaga-lembaga sosial yang mengatur kehidupan masyarakat.
2. Strategi Kebudayaan di Indonesia
Sutan Takdir Alisyahbana, kebudayaan nasional Indonesia yang disebutnya Kebudayaan Indonesia Raya harus diciptakan sebagai sesuatu yang baru dengan mengambil banyak unsur dari kebudayaan Barat. Adapun Sanusi Pane berpendapat bahwa kebudayaan nasional Indonesia sebagai kebudayaan Timur harus mementingkan kerohanian, perasaan, dan gorong royong. Oleh karena itu manusia Indonesia tidak boleh melupakan sejarahnya. (Supartono Widyosiswoyo, 1996).
Untuk dapat menciptakan kebudayaan nasional Indonesia sebagai kegiatan dan proses demi kejayaan bangsa dan negara diperlukan adanya strategi yang tangguh. Menurut Slamet Sutrisno ada lima langkah strategi, yakni sebagai berikut :
a. Akulturasi
b. Progresivitas
c. Sistem pendidikan di Indonesia harus mampu menanamkan kebudayaan sosial.
d. Kebijaksanaan bahasa nasional, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa resmi di Indonesia.
e. Sosialisasi Pancasila sebagai dasar negara melalui pendidikan moral pancasila di sekolah dasar, menengah dan mata kuliah pancasila di perguruan tinggi.

Hikmah :
• Bahwa masyarakat dan ilmu adalah sebuah komponen yang tidak dapat dipisahkan. Dan tidak dapat berdiri sendiri – sendiri, harus saling berkaitan. Keterkaitan ilmu dan masyarakat akan menimbulkan sebuah keduyaan.

FILSAFAT ILMU

Yoga Dwi Prasojo
292009195 / G
RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

A. Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk. (1998) untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu sangat bermanfaat untuk menyimak empat titik pandang di dalam filsafat ilmu, yaitu sebagai berikut :
1. Filsafat ilmu adalah perumusan world views yang konsisten dengan dan pada beberapa pengertian didasarkan atas teori-teori ilmiah yang penting.
2. Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dan presuppositions dan predispositions dari para ilmuan. Pandangan ini cenderung mengasimilasikan filsafat ilmu dengan sosiologi.
3. Filsafat ilmu adalah suatu disiplin yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan.
4. Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order criteriology).

Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Filsafat ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang menyangkut hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah.
b. Filsafat ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyengkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. (Becrling, 1988).

Tempat kedudukan filsafat ilmu ditentukan oleh dua lapangan penyelidikan filsafat ilmu berikut :
a. Sifat pengetahuan ilmiah,
b. Menyangkut cara-cara mengusahakan dan mencapai pengetahuan ilmiah.


B. Objek Filsafat Ilmu.
1. Objek Material Filsafat Ilmu
Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu.

2. Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal adalah hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan. Problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan, yakni ontologism, epistemologis, dan aksiologis.
Landasan ontologis artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki oleh seorang ilmuwan.
Landasan epistemologis artinya titik tolak penelahaan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran.
Landasan aksiologis merupakan sikap etis yang harus dikembangkan oleh seorang ilmuan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Dengan demikian, suatu aktivitas ilmiah senantiasa dikaitkan dengan kepercayaan, ideologi yang dianut oleh mayarakat atau bangsa, tempat ilmu itu dikembangkan. (Rizal Mustansyir, dkk., 2001).

C. Lingkupan Filsafat Ilmu Menurut para Filsuf
1. Peter Angeles
Menurut filsuf ini, filsafat ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi yang utama :
a. Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan, dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat.
b. Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur perlambangannya.
c. Telaah mengenai saling kaitan diantara berbagai ilmu.
d. Telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas, hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas teoritis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan.
2. A. Cornelius Benjamin
Filsuf ini membagi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang sebagai berikut :
a. Telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambangan ilmiah.
b. Penjelasan mengenai konsep dasar, praanggapan, dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional, atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya.
c. Aneka telaah mengenai saling kait diantara berbagai ilmu dan imlikasinya bagi suatu teori alam semesta seperti idealisme, materialisme, monisme atau pluralisme.
3. Marx Wartofsky
Menurut filsuf ini rentangan luas dari soal-soal interdisipliner dalam filsafat ilmu meliputi :
a. Perenungan mengenai konsep dasar, struktur formal dan metodologi ilmu.
b. Persoalan-persoalan ontologi dan epistemologi yang khas bersifat filsafati dengan pembahasan yang memadukan peralatan analitis dan logika modern dan model konseptual dari penyelidikan ilmiah.
4. Ernest Nagel
Filsafat ilmu mencakup tiga bidang luas :
a. Pola logis yang ditunjukkan oleh penjelasan dalam ilmu.
b. Pembuktian konsep ilmiah.
c. Pembuktian keabsahan kesimpulan.

D. Problema Filsafat Ilmu
1. B. Van Fraassen dan H. Margenau
Menurut kedua ahli ini problem utama dalam filsafat ilmu setelah tahun-tahun enampuluhan adalah :
a. Metodologi, yaitu mengenai sifat dasar dari penjelasan ilmiah, logika penemuan, teori probabilitas, dan teori pengukuran.
b. Landasan ilmu-ilmu
Ilmu-ilmu empiris hendaknya melakukan penelitian mengenai landasannya dan mencapai sukses seperti halnya landasan matematika.
c. Ontologi
Persoalan utama yang diperbincangkan ialah menyangkut konsep subtansi, proses, waktu, ruang, kausalitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas teoritis. (The Liang Gie, 2000, hlm. 78-79).
2. Victor Lenzen
Filsuf ini mengajukan 2 problem :
a. Struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah.
b. Pentingnya ilmu bagi praktik dan pengetahuan tentang realitas. (The Liang Gie, hlm. 79).
3. The Liang Gie
Seluruh problem dalam filsafat ilmu dapat ditertibkan menjadi :
a. Problem epistemologis tentang ilmu,
b. Problem metafisis tentang ilmu,
c. Problem metodologis tentang ilmu,
d. Problem logis tentang ilmu,
e. Problem etis tentang ilmu,
f. Problem estetis tentang ilmu,
E. Manfaat Belajar Filsafat Ilmu
1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah.
2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan.
3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.

Implikasi mempelajari filsafat ilmu seperti yang diuraikan Rizal Mustansyir, dkk., adalah sebagai berikut :
1. Bagi seseorang yang memperlajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak yang kuat.
2. Menyadarkan seorang ilmuan agar tidak terjebak ke dalam pola piker “menara gading” yaitu hanya berfikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya.
Hikmah :
• Setelah membaca bab ini kita mampu mengetahui latar belakang munculnya filsafat ilmu serta masalah – masalah atau problematika dalam filsafat ilmu yang dikemukakan oleh para ahli, serta manfaat filsafat ilmu dalam bidang pendidikan.


PENEMUAN KEBENARAN

A. Cara Penemuan Kebenaran
1. Penemuan secara kebetulan
Yaitu penemuan yang berlangsung tanpa disengaja. Cara ini tidak dapat diterima dalam metode keilmuan untuk menggali pengetahuan atau ilmu.
2. Penemuan ‘Coba dan Ralat’ (Trial and Error)
Penemuan ini terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil kebenaran yang dicari. Penemuan ini kerap kali memerlukan waktu yang lama, karena memang tanpa rencana, tidak terarah, dan tidak diketahui tujuannya.
3. Penemuan Melalui Otoritas atau Kewibawaan
Pendapat orang-orang yang mempunyai kewibawaan, misalnya orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran meskipun pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah.
4. Penemuan Secara Spekulatif
Misalnya seseorang yang menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan pada penemuan secara spekulatif, mungkin sekali ia membuat sejumlah alternatif pemecahan.
5. Penemuan Kebenaran Lewat Cara berfikir Kritis dan Rasional
Dalam menghadapi masalah, manusia berusaha menganalisanya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat.
6. Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah
Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuan. Penyaluran sampai pada taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat dan bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah.

B. Definisi Kebenaran
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadarminta ditemukan arti kebenaran, yakni 1. Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya); 2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya); 3. Kejujuran, kelurusan hati; 4. Selalu izin, perkenanan; 5. Jalan kebetulan.
C. Jenis-Jenis Kebenaran
Kebenaran Epistemologikal adalah pengertian kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia. Kebenaran dalam arti ontological adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan. Kebenaran dalam arti semantikal adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran semantikal disebut juga kebenaran moral karena apakah tutur kata dalam bahasa itu mengkhianati atau tidak terhadap kebenaran epistemological atau pun kebenaran ontological tergantung kepada manusianya yang mempunyai kemerdekaan untuk menggunakan tutur kata atau pun bahasa itu.

D. Sifat Kebenaran
Menurut Abbas Hamami Mintaredja (1983) kata “kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya proposisi yang benar. Proposisi maksudnya makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Jika subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan, dan nilai.
Berbagai kebenaran dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM Yogyakarta (1996) dibedakan menjadi 3 hal, yakni sebagai berikut :
1. Kebenaran kaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya apakah pengetahuan itu berupa :
a. Pengetahuan biasa atau biasa disebut knowledge of the man in the street atau ordinary knowledge atau common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif.
b. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan atau hampiran metodologis yang khas pula.
c. Pengetahuan filsafat yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafat, yang sifatnya mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran yang analitis, kritis dan spekulatif.
d. Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
2. Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya. Jika seseorang membangunnya melalui indra atau sense experience, pada saat itu membuktikan kebenaran pengetahuan harus melalui indra pula, begitu juga dengan cara yang lain.
3. Kebenaran yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Artinya bagaimana relasi atau hubungan antara subjek dan ojek manakah yang dominan untuk membangun pengetahuan, subjekkah atau objek.

E. Teori Kebenaran dan Kekhilafan
Secara tradisional teori-teori kebenaran itu antara lain sebagai berikut :
1. Teori kebenaran saling berhubungan (Coherence Theory of Truth)
Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melaui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah atau memakai logika apabila merupakan pernyataan yang bersifat logis.
2. Teori Kebenaran Saling Berkesuaian (Correspondence Theory of Truth)
Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal dan paling tua. Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi bernilai benar apabila saling berkesuaian dengan dunia kenyataan.
3. Teori Kebenaran Inherensi (Inherent Teory of Truth)
Pandangannya adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat.
4. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
Proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya. Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai referensi yang jelas.
5. Teori Kebenaran Sintaksis
Berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku.
6. Teori Kebenaran Nondeskripsi
Teori kebenaran nondiskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statemen atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung pada peran dan fungsi dari pernyataan itu. Jadi, pengetahuan akan memiliki nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupa sehari-hari.
7. Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistic yang diawali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, problema kebenaran hanya merupakan kakacauan bahasa saja dan hal ini mengakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupinya.

Kekhilafan
Dalam pengetahuan kekhilafan terjadi karena kesalahan pengambilan kesimpulan yang tidak runtut terhadap pengalaman-pengalaman. Jadi dalam hal ini khilaf muncul karena adanya praanggapan atau pernyataan yang sudah dianggap benar secara umum.

Hikmah :
• Bahwa kita dituntut menjadi manusia yang kreatif dalam pengambilan sutu keputusan namun tetap berdasarkan teori – teori empiris. Bahwa tak selalu apa yang kita lakukan benar, namun ada kesalahan yang membuat kita mengetahui apa kekurangan kita.



HUBUNGAN DAN PERANAN ILMU PENGETAHUAN TERHADAP
PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN NASIONAL

A. Ilmu dan Masyarakat
Pada masa lampau kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari belum dapat dirasakan. Ilmu sama sekali tidak memberikan pengaruhnya terhadap masyarakat. Ungkapan Aristoteles tentang ilmu “umat manusia menjamin urusannya untuk hidup sehari-hari, barulah ia arahkan perhatiannya kepada ilmu pengetahuan”. (Van Melsen, 1987)
Ilmu pada dewasa ini mengalami fungsi yang berubah secara radikal, dari tidak berguna sama sekali dalam kehidupan praktis menjadi “tempat tergantung” kehidupan manusia.

B. Pengertian dan Unsur-Unsur Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal.
Beberapa pengertian kebudayaan dari para ahli baik dari budayawan Indonesia atau pun dari bangsa di luar Indonesia.
1. Ki Hajar Dewantoro
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
2. Sutan Takdir Alisyahbana
Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berfikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
4. A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn
Kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.


5. Malinowski
Kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia.

Unsur-unsur kebudayaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sistem religi dan upacara keagamaan. Merupakan produk manusia sebagai homo religious.
2. Sistem organisasi kemasyarakatan merupakan produk dari manusia sebagai homo socius.
3. Sistem pengetahuan merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu dapat juga dari pemikiran orang lain.
4. Sistem mata pencarian hidup yang merupakan produk dari manusia sebagai homo economicus menjadi tingkat kehidupan manusia secara umum harus meningkat.
5. Sistem teknologi dan peralatan merupakan produksi dari manusia sebagai homo faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu alat.
6. Bahasa merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda, yang kemudian disempurnakan dalam bentuk bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan.
7. Kesenian merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya.

C. Pengaruh timbal-balik antara ilmu dan kebudayaan
Antara ilmu dan kebudayaan ada hubungan timbale balik. Perkembangan ilmu tergantung pada perkembangan kebudayaan, sedangkan perkembangan ilmu dapat memberikan pengaruh pada kebudayaan. Keadaan sosial dan kebudayaan, saling tergantung dan saling mendukung.

D. Peranan Ilmu Terhadap Pengembangan Kebudayaan Nasional
1. Pengertian Kebudayaan Nasional
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah kebudayaan diartikan sebagai : a. hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia; b. keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Sementara itu kebudayaan nasional diartikan sebagai kebudayaan yang dianut oleh semua warga dalam satu negara. Artinya keseluruhan cara hidup, cara berfikir, dan pandangan hidup suatu bangsa yang terekspresi dalam seluruh segi kehidupannya dalam ruang dan waktu tertentu.
2. Kebudayaan Nasional dan Manusia Indonesia
Dinamis atau tidaknya kebudayaan nasional akan tampak dari mampu atau tidaknya kebudayaan tersebut merangsang pertumbuhan serta perkembangan segala kekuatan aktif kreatif yang dimiliki manusia dan masyarakat Indonesia.
3. Peranan Ilmu terhadap Kebudayaan Nasional
Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan dari kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional kea rah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan aspirasi tujuan nasional.

E. Strategi Kebudayaan
1. Fungsi Kebudayaan Nasional
Kebudayaan nasional mempunyai dua fungsi pokok, yaitu pertama sebagai pedoman dalam membina persatuan dan kesatuan bangsa bagi masyarakat majemuk Indonesia. Kedua sebagai pedoman dalam pengambilalihan dan pengembangan ilmu dan teknologi modern.
Kebudayaan nasional merupakan sarana pemberi identitas bangsa, wahana komunikasi, dan penguat solidaritas, serta pedoman alih ilmu dan teknologi. Agar kebudayaan nasional dapat berfungsi, diperlukan sistem demokratisasi budaya, yakni suatu sistem yang mendukung kebebasan dan otonomi manusia serta lembaga-lembaga sosial yang mengatur kehidupan masyarakat.
2. Strategi Kebudayaan di Indonesia
Sutan Takdir Alisyahbana, kebudayaan nasional Indonesia yang disebutnya Kebudayaan Indonesia Raya harus diciptakan sebagai sesuatu yang baru dengan mengambil banyak unsur dari kebudayaan Barat. Adapun Sanusi Pane berpendapat bahwa kebudayaan nasional Indonesia sebagai kebudayaan Timur harus mementingkan kerohanian, perasaan, dan gorong royong. Oleh karena itu manusia Indonesia tidak boleh melupakan sejarahnya. (Supartono Widyosiswoyo, 1996).
Untuk dapat menciptakan kebudayaan nasional Indonesia sebagai kegiatan dan proses demi kejayaan bangsa dan negara diperlukan adanya strategi yang tangguh. Menurut Slamet Sutrisno ada lima langkah strategi, yakni sebagai berikut :
a. Akulturasi
b. Progresivitas
c. Sistem pendidikan di Indonesia harus mampu menanamkan kebudayaan sosial.
d. Kebijaksanaan bahasa nasional, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa resmi di Indonesia.
e. Sosialisasi Pancasila sebagai dasar negara melalui pendidikan moral pancasila di sekolah dasar, menengah dan mata kuliah pancasila di perguruan tinggi.

Hikmah :
• Bahwa masyarakat dan ilmu adalah sebuah komponen yang tidak dapat dipisahkan. Dan tidak dapat berdiri sendiri – sendiri, harus saling berkaitan. Keterkaitan ilmu dan masyarakat akan menimbulkan sebuah keduyaan.

FILSAFAT ILMU

MIFTAH ROSYADI
292009175 /G

1. FILSAFAT DAN ILMU
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Konsep dan pernyataan ilmiah
Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu masyarakat. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
B. Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
• Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
• Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
• Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
• Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
• Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989)
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
C.Substansi Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.
1.Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
• Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
• Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
• Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
• Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
• Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d.Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
e.Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3.Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
4.Logika inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
D. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu
Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:
• Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
• Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
• Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.
Hikmah Mempelajari Filsafat Ilmu
Dengan mempelajari Filasafat Ilmu akan semakin membuat manusia dapat berfikir kritis, rasional, terhadap suatu permasalahan dan benar dalam bertindak.


2. METAFISIKA
Metafisika berasal dari kata Yunani meta ta physika, sesuatu di luar hal-hal fisik. Istilah metafisika diketemukan Andronicus pada tahun 70 S.M. ketika menghimpun karya-karya Aristoteles, dan menemukan suatu bidang di luar bidang fisika atau disiplin ilmu lain. Metafisika secara tradisional didefinisi-kan sebagai pengetahuan tentang Pengada (Being). (Runes, 1979: 196). Metafisika: upaya untuk menjawab problem tentang realitas yang lebih umum, komprehensif, atau lebih fundamental daripada ilmu (White, 1987: 1). Metafisika;upaya untuk merumuskan fakta yang paling umum dan luas tentang dunia termasuk penyebutan kategori yang paling dasar dan hubungan di antara kategori tersebut (Alston: 1964: 1).
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
Penggunaan istilah "metafisika" telah berkembang untuk merujuk pada "hal-hal yang di luar dunia fisik". "Toko buku metafisika", sebagai contoh, bukanlah menjual buku mengenai ontologi, melainkan lebih kepada buku-buku mengenai ilmu gaib, pengobatan alternatif, dan hal-hal sejenisnya.
Antropologi; menelaah tentang hakikat manusia, terutama hubungan jiwa & raga. Kosmologi; menelaah tentang asal- usul dan hakikat alam semesta. Theologi; Kajian tentang Tuhan secara rasional.
Kosmologi Filsafati
Filsafat alam yang berusaha mencari asal (arche) alam semesta. Contoh: Thales berpendapat air sebagai arche.
Filsafat alam yg menyelidiki gerak (motion) di alam semesta sebagai penyebab adanya perubahan (change
Dalil Teleologis (William Paley)
Benda-benda di ruang alam semesta itu memiliki gerak yg bertujuan (teleos), sehingga alam semesta ini merupakan karya seni terbesar yang membuktikan adanya A Greater Intelligent Designer.
Hubungan Metafisika dengan Epistemologi., Aksiologi,
dan Logika
Hubungan metafisika dengan epistemologi terletak pada kebenaran (truth) sebagai titik omega bagi pencapaian pengetahuan. Hubungan metafisika dengan aksiologi terletak pada nilai (axios, value) sebagai kualitas yang inheren pada suatu objek. Objeknya mungkin dapat diindera, namun kualitasnya itu sendiri bersifat metafisik. Hubungan metafisika dengan logika bersifat simbiosis mutualistik. Di satu pihak metafisika memerlukan logika untuk membangun argumentasi yang meyakinkan, di pihak lain simbol dan prinsip-prinsip logika itu sendiri merupakan wajah metafisika, karena sifatnya yg abstrak.
Hikmah mempelajari metafisika
Dalam Mempelajari metafisika saya lebih mengerti akan kekuasaan Tuhan yang Maha Esa dan lebih bersyukur atas nikmatnya salah satunya menciptakan manusia sebagai makhluk yang dapat berpikir.



3. LOGIKA INDUKTIF

Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Pengetahuan yang dimaksud adalah suatu fenomena yang ditangkap oleh indra manusia. Menangkap berarti mengamati atau mengobservasi, sedangkan hal-hal yang diamati dari fenomena itu tidak lain adalah fakta-fakta.
Dalam observasi itu fakta-fakta dari fenomena dikumpulkan, diamati, diklasifikasi, disusun secara teratur (sistematis) kemudian ditarik generalisasi-generalisasi sebagai kesimpulannya. Dari sinilah terwujud hukum-hukum, dalil-dalil, atau teori dari suatu ilmu. Pekerjaan semacam itu tidak lain adalah pekerjaan induktif (menginduksi). Dapatlah dikatakan bahwa pekerjaan induktif ini dimulai dari hal-hal yang khusus (particular) yang terpikirkan sebagai kelas dari suatu fenomena, menuju generalisasi-generalisasi.
Prinsip induktif yang menjadi pegangan ialah: “jika sejumlah besar A (fakta-fakta dari suatu fenomena) diamati pada variasi kondisi yang luas, dan ternyata semua A yang diamati itu menunjukkan adanya sifat B, maka semua A termasuk yang tidak diamati) akan memiliki sifat B pula”. Secara general dikatakan bahwa “semua A memiliki sifat B”.
Selintas nampak bahwa pekerjaan induktif itu mudah dan sederhana, namun pada kenyataannya tidak demikian. Coba perhatikan prinsip dasar induktif, yaitu tentang “sejumlah besar A (fakta-fakta dari fenomena itu)” dan “variasi kondisi yang luas”. Dari prinsip tersebut dapat ditanggapi bahwa semakin besar A yang diamati (seyogyanya semua A pada fenomena), dan semakin luas variasi kondisi dimana pengamatan itu dilakukan, maka makin mantap hukum/dalil/teori yang dibangunnya. Tetapi timbul suatu pertanyaan (masalah induksi), mampukah pengamat mengamati seluruh A dari fenomena itu dan melakukannya pada variasi kondisi yang lengkap? Meskipun idealnya terdapat pembagian induksi lengkap (completely induction) dan induksi tidak lengkap itu, yang disebut sample study, daripada induksi lengkap.
Dalam melaksanakan sanple study, masih tetap mempertanyakan tentang tiga hal, yaitu:
1. Besar kecilnya sampel.
2. Representatifnya sampel.
3. Homogenitas sampel.
Oleh karena itu dalam induksi tidak lengkap dengan sample study, si observer tidak bersikeras berkeyakinan bahwa hasilnya akan memperoleh kebenaran dari kesimpulan yang berlaku mutlak untuk generalisasi populasinya melainkan hanya berlaku pada taraf-taraf tertentu saja. Itu berarti pula bahwa pada taraf-taraf tertentu juga akan mengalami kesalahan/penyimpangan.

Hikmah mempelajari Logika Induktif adalah dengan belajar logika Induktif saya mendapat pelajaran berupa: menjadi manusia yang terbiasa bersikap logis-rasional, berfikir dengan logika induktif. Menjadi Lebih bisa mendekatkan diri pada Tuhan. Dan dapat bertukar pikiran dengan masyarakan menggunakan logika induktif.

TUGAS FILSAFAT ILMU

Nama : Wisnu Kusuma Aji
NIM : 292009196
Kelas: G


Filsafat dan Ilmu
A. Pengertian filsafat ilmu
• Filsafat ilmu : pengkajian ilmu secara filisofis, secara menyeluruh, mendasar, dan spekulatif dan dikaitkan dengan aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
• Filsafat ilmu : cabang filsafat yang berusaha menjelaskan unsur –unsur yang terlibat dalam pengkajian keilmuan, prosedur pengamatan, metode, dan nilai kegunaan dari ilmu ( S. R. Toulmin, dala the Liang Gie, 1992 )

B. Ruang lingkup filsafat ilmu
• Tiang penyangga filsafat ilmu : ontologi, epistemologi, dan aksiologi ilmu ( Koento Wibisono S. )
• Bagian filsafat ilmu : konsep dasar ilmu, metode ilmu, dan keterkaitan dari berbagai ilmu.

C. Pengertian ilmu
• Ilmu adalah cabang pengetahuan yang dihasilkan dengan deducto hypothetico verificative (secara deduktif dan induktif atau perpaduan antara rasionalisme dan empirisme ) (Jujun S. Suriasumantri, 1986)
Untuk memperjelas pandangan Prof. Jujun S. Suriasumantri mengenai rasionalisme dan empirisme berikut penjelasannya :

• Rasionalisme (Frans Magnis Suseno) memiliki karakteristik umum :
a. Rasionalisme sangat percaya pada kekuatan akal budi manusia
Segala sesuatu dapat dan harus dimengerti secara rasional,rasionalisme secara hakiki bersifat anti tradisi
b. Rasionalisme memberikan penolakan terhadap tradisi dan dogma.
Otoritas mempunyai dampak pada segala bidang pengetahuan dan kemudian juga pada kehidupan masyarakat.
c. Rasionalisme mengembangkan metode baru dalam ilmu penegetahuan, dan diantaranya yang paling penting adalah metode deduksi, metode ini mendasarkan pengambilan kesimpulan dari hal umum ke khusus.
d. Rasionalisme bersifat sekuler. Sekuler : pandangan yang membedakan antara Tuhan dan dunia dan menganggap dunia sebagai yang duniawi saja dan menghilangkan unsur keramat dan gaib dari dunia.
• Tokoh – tokoh rasionalisme
a. Plato : menggunakan cara berpikir dan metode filsafati yang memberikan landasan pada rasionalisme.
b. Rene descartes ( bapak rasionalisme ) : memberikan dasar pemikiran aliran rasionalisme, menurutnya pengertian sudah tertanam dalam akal budi manusia sehingga setiap manusia memiliki kemampuan berpikir.
c. Benedictuz spinoza : pengertian terbagi atas 3 tahap yaitu pengetahuan inderawi, pengetahuan akal budi atau rasional, dan pengetahuan intuitif atau pengetahuan murni.
d. G. W. Leibniz : pengetahuan telah ada dalam diri dan merupakan bawaan dalam bentuk gagasan yang belum jelas.

• Empirisme
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan. Akal bukan sumber pengetahuan, karena akal sebenarnya hanya mengolah bahan – bahan yang diperoleh lewat pengalaman. Paham ini di ilhami oleh Aristoteles yang mengatakan bahwa pengetahuan terjadi bila subjek diubah dibawah pengaruh objek. Berbeda dengan kaum rasionalis metode yang digunakan oleh kaum empirisme menggunakan metode induksi.
• Tokoh – tokoh empirisme
a. John Locke : pengetahuan manusia didasarkan pada pengalaman yang kemudian diterima dan diolah oleh akal budi.
b. George Berkeley : segala sesuatu yang diketahui manusia bersumber dari pengalaman bahwa adanya objek karena diterimanya sesuatu oleh indra.
c. David Hume : semua pengetahuan dapat disederhanakan menjadi pengetahuan indera saja. Segala yang tidak dapat disusun oleh pengalaman tidak dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang benar.

D. Batas – batas penjelajahan ilmu
Batas penjelajahan ilmu adalah dalam jangkauan pengalaman (empirik) manusia. Berpikir ilimiah harus menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah menggunakan langkah deduktif dan induktif atau melalui metode penelitian. Metode yang tidak melaui langkah tersebut disebut metode non ilmiah.

E. Problem keilmuan
Menurut Bahm :
a. Komunikatif : ilmu harus komunikatif ,tidak bersifat ilmiah apabila tidak komunikatif.
b. Sikap ilmiah: terdiri atas rasa ingin tahu, spekulatif, kemauan untuk objektif , keterbukaan dalam berpikir, tidak tergesa – gesa, dn tentaive( kebenaran tidak mutlak )
c. Metode ilmiah : pemaduan metode deduktif dan induktif.

F. Peranan metode
Esensi dari ilmu adalah metode.ilmu selalu berubah, teori yang diakui sekarang mungkin tidak berlaku lagi di masa akan datang. Metode tidak berubah,metode ilmiah memiliki unsur yang sama untuk ilmu secara fundamental.. Ilmu harus menerima kenyataan bahwa tiap bidang memunculkan metodenya sendiri yang khas.

Hikmah :
• Kita mendapatkan manfaat dari filsafat yaitu melalui proses berpikir kritis dan melalui pengkajian ilmu secara mendasar untuk menyelesaikan suatu masalah.
• Kita harus berpikir secara rasional dan meletakkan suatu pengertian tersebut atas dasar akal budi yang sudah ada dalam pikiran manusia, sehingga dalam proses berpikir secara rasional hal tersebut tidak membawa dampak pada hal yang diluar rasio berpikir manusia.
• Pengalaman seseorang berperan penting dalam proses berpikir secara empirisme,semakin banyak pengalaman yang didapat semakin luas pola berpikir orang tersebut.
• Dalam proses berpikir ilmiah manusia harus menggunakan metode ilmiah dengan metode pendekatan deduksi dan induksi dalam proses berpikir secara kritis









Epistemologi

A. Pengertian epistemologi
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos, episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata atau arti. Istilah – istilah lain yang sering digunakan untuk mendefinisikan epistemologi

 Logika Material : sudah mengandaikan adanya ilmu pengetahuan lain yang disebut logika formal. Apabila logika formal menyelidiki dan menetapkan bentuk pemikiran yang masuk akal, maka logika material berusaha menetapkan kebenaran dari suatu pemikiran ditinjau dari segi isinya.
 Kriteriologia : kriteriologia berasal dari kata kritecium yang berarti ukuran untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan tertentu.
 Kritika Pengetahuan : Kritika pengetahuan menunjuk kepada suatu ilmu pengetahuan yang berdasarkan tinjauan secara mendalam berusaha menentukan benar tidaknya pengetahuan manusia.
 Gnoseologia : ilmu pengetahuan yang berusaha memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pengetahuannya, khususnya pengetahuan yang bersifat keilahian.
 Filsafat Pengetahuan : epistemologi dapat diartikan sebagai bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesahihan pengetahuan. Jadi obyek material epistemologi adalah pengetahuan, sedangkan obyek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu. Oleh karena itu sistematika penulisan epistemologi adalah arti pengetahuan, terjadinya pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan dan asal usul pengetahuan.
B. Arti Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau hasil usdaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.

Bahm (dalam Rizal Mustansyur dkk, 2001) menyebutkan ada 8 hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, yaitu sbb:
a. Mengamati (Observasi)
b. Menyelidiki (Inquires)
c. Percaya (believes)
d. Hasrat (desires)
e. Maksud (Intends)
f. Mengatur (organizes)
g. Menyesuaikan (adapts)
h. Menikmati (enjoys)
C. Terjadinya Pengetahuan
Jawaban mengenai terjadinya pengetahuan ini apakah berfilsafat apriori atau a posteori

 Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman.
 Pengetahuan a posteriori tejadi karena adanya pengalaman sebagai alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis ada 6 hal, yaitu sbb:
1. Pengalaman Indra (sense experience)
2. Nalar (reason )
3. Otoritas (outhority)
4. Intuisi (Intuition)
5. Wahyu (revelation)
6. Keyakinan (farth)
D. Jenis – Jenis Pengetahuan

 Menurut Soejono Soemargono (1983)
1. Pengetahuan non ilmiah : pengetahuan yang menggunakan cara – cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah
2. Pengetahuan Ilmiah : segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh menggunakan metode ilmiah dengan menggunakan metodologi ilmiah
 Menurut Plato dan Aristoteles
1. Pengetahuan Eikasia (khayalan ) : pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran.
2. Pengetahuan Pistis (substansial) : pengetahuan mengenai hal – hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal yang dapat ditangkap indra secara langsung.
3. Pengetahuan Dianoya (matematik) : pengetahuan yang banyak berhubungan dengan masalah matematika yang semata –mata merupakan kesimpulan hipotesis yang diolah akal pikiran.
4. Pengetahuan Noesis (filsafat) : pengetahuan yang objeknya adalah prinsip –prinsip yang mencakup epistemologik dan metafisik.
E. Asal Usul Pengetahuan
 Aliran-aliran dalam pengetahuan
1. Rasionalisme
2. Empirisme
3. Kritisisme
4. Positivisme
 Metode Ilmiah
Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada 2 macam yaitu:
 Metode Ilmiah yang bersifat umum
1. Metode Analitiko-Sintesis
2. Metode non deduksi
 Metode Penyelidikan Ilmiah
1. Metode siklus empiris
2. Metode Vertikal / Metode Linier
 Sarana berpikir Ilmiah
1. Bahasa Ilmiah 3. Logika dan Statistika
2. Bahasa Logika dan matematika

Hikmah :
 Bagi kita mengetahui epistemologi digunakan untuk menetapkan kebenaran dari suatu pemikiran untuk mengkaji hal – hal yang benar dengan pembuktian.
 Membiasakan kita untuk berpikir kritis baik secara ilmiah ataupun non ilmiah.
 Memberikan gambaran mengenai pengetahuan yang terjadi menurut kaidah teori terbentuknya pengetahuan tersebut apakah benar atau salah.
 Membandingkan mana pengetahuan yang benar dan yang salah, dan merubah pola pikir yang salah tersebut menjadi pemikiran yang benar.









Metode Ilmiah

• Istilah Metode berasal dari “methodos” dalam bahasa latin yang berarti cara atau jalan untuk memperoleh pengetahuan.

• Metode – metode yang bersifat umum berarti cara-cara penanganan yang bersifat umum terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu,dengan kata lain kegiatan ilmiah yang manapun pasti menggunakan cara-cara seperti ini berupa metode analisa, sintesa,analitiko-sintetik,deduksi dan induksi.

• Metode penyelidikan ilmiah ini pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua macam:
• Metode siklus – empirik
• Metode Linier

• Metode Ilmiah Ilmu Kealaman dan Ilmu Sosial
Ciri dasar pertama yang menandai ilmu-ilmu kealaman adalah bahwa ilmu-ilmu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang memungkinkan registrasi indrawi secara langsung.

• Metode Keilmuan Hermeneutika
Dari bahasa yunani berarti diterjemahkan, Menafsirkan, dalam tradisi yunani kuno Hermeneuein dan hermeneia dipakai dalam tiga makna, yaitu :
(1) Mengatakan, to say,
(2) Menjelaskan, to explain,
(3)Menjelaskan, to translate.

• Bentuk-Bentuk Hermeneutika Kontenporer :
Hermeneutika sebagai teori, Hermeneutika sebagai filsafat , Hermeneutika sebagai kritik, Validasi dan Kaidah Interpretasi .

• Metode Keilmuan Kualitatif
Semua aliran filsafat dan pendekatan ilmu mengadopsi pengakuan terhadap meta-science, maka metode keilmuan telah dapat dimasukan sebagai metode keilmuan kualitatif.

• Metode keilmuan kuantitatif
 Definisinya adalah bahwa segala sesuatu (gejala, fakta) dikuantifikasikan.
 Prosedur kuantitatif adalah hanya salah satu sarana berpikir, lainnya dapat menggunakan sarana logika maupun bahasa.

Hikmah :
 Kita dapat melakukan penerapan metode ilmiah sesuai prosedur yang berlaku melalui berpikir kritis untuk memperoleh pengetahuan.
 Memberikan kemampuan menganalisis suatu objek ilmiah dengan baik dengan pengkajian yang terstruktural dalam kegiatan ilmiah.
 Menggunakan bermacam – macam metode keilmuan dengan menyesuaikan dengan objek yang akan dikaji permasalahannnya.
 Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup tindakan pikiran, pola kerja secara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pangetahuan atau mengembangkan pengetahuan.

Daftar Pustaka :
Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu dan perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2007
Waluyo, Herman J., Filsafat Ilmu (buku panduan mahasiswa), Widya Sari Press,2002

Kamis, 07 April 2011

Tugas asasmen-Windah Lestari-292009169-G

Windah lestari/292009169/G
LOGIKA DEDUKTIF
Logika deduktif bekerja dari hal yang umum (dari induksi/teori/dalil/hukum) kepada hal-hal yang khusus (particular). Prinsip dasarnya ialah segala yang dipandang benar pada semua peristiwa dalam satu kelas/jenis, berlaku pula sebagai hal yang benar pada semua peristiwa yang terjadi pada hal yang khusus, asal hal yang khusus ini benar-benar merupakan bagian/unsur dari hal yang umum itu.
Penalaran deduktif biasanya mempergunakan silogisme dalam menarik kesimpulannya. Silogisme adalah suatu argumentasi yang terdiri dari 3 buah proporsi yaitu
• Premis mayor (PMj)
Adalah proporsi yang bersifat umum (general) berupa teori, hukum ataupun dalil dari suatu ilmu.
• Premis minor (PMn)
Adalah proporsi yang disusun dari fenomena khusus yang ditangkap indera yaitu yang ingin diketahui.
• Konklusi/konsekuen/kesimpulan (K)
Adalah jawaban logis bagi premis minor itu.
Misalnya ingin diketahui tentang sifat dari besi dalam peristiwa pemanasan (ini ditetapkan untuk premis minor). Selanjutnya dicari suatu generalisasi dari peristiwa pemanasan itu (untuk premis mayornya). Silogismenya adalah sebagai berikut:
Proporsi 1 (PMj) : semua logam jika dipanaskan akan memuai
Proporsi 2 (PMn) : besi adalah logam
Proporsi 3 (K) : jika besi dipanaskan, akan memuai

Penalaran deduktif terlihat sederhana dan mudah, namun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Berbagai kesulitan yang harus diatasi agar didapat tingkat kebenaran yang lebih tinggi antara lain :
• Bayangkan, keterampilan apa yang harus dikuasai oleh para penalar untuk dapat mencari atau menentukan generalisasi yang akan dijadikan premis mayor (ada juga yang menyebut sebagai postulat dan anggaran dasar/asumsi)
• Keterampilan dalam merumuskan proporsi faktual (dari fenomena) untuk menentukan premis minor.
• Setelah dapat menentukan premis mayor dan minor selanjutnya menghadapi persoalan conception yaitu mengkaji konsep-konsep yang membangun proporsi-proporsi (baik sebagai premis mayor maupun minor). Misalnya apa sebenarnya konsep logam, konsep besi.
• Setelah jelas konsepnya masih harus menghadapi persoalan judgement yaitu menentukan kebenaran hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lain pada setiap proporsi. Misalnya benarkah hubungan konsep logam dengan konsep pemanasan dan pemuaian.
• Akhirnya bagaimana memberi reasoning (argumentasi) /pertimbangan terhadap duduk perkara premis minor pada premis mayor, misalnya bagaimana pertimbangannya bahwa besi itu bagian dari logam.
Setelah memperhatikan hal-hal tersebut barulah penalaran dapat menarik kesimpulan deduktifnya secara benar. Secara logika tanpa dimilikinya keterampilan tersebut dapat mewujudkan kesalahan silogismik yaitu
• Kesalahan isi (material) yaitu kesalahan materi dari premis –premisnya. Meskipun dalah satu premisnya benar maka kesimpulannya akan salah.
• Kesalahan bentuk (formal) adalah kesalahan jalannya deduksi, meskipun materi (isi) pada premis mayor dari premis minor adalah benar tetapi karena jalannya salah maka konklusi nya akan salah.
Penguasaan atas silogisme ini sangat bermanfaat dalam pengkajian ilmu logika (baik logika traditional maupun modern). Pemikiran deduktif merupakan hasil logika atau rasio. Kesimpulan deduktif dianggap sebagai kesimpulan sementara . untuk meyakinkan kebenarnnya maka perlu dilakukan pengujian yaitu membandingkan dan atau menyesuaikan keadaan empirik dengan proses penalaran induktif.

1. Hikmah bagi Mahasiswa
 Mampu menyelidiki segala sesuatu dengan lebih mendalam dan luas.
 Melatih diri untuk berpikir kritis dan runtut serta menyusun hasil pikiran tersebut secara sistematis.
2. Hikmah bagi agama
 Mengajarkan cara berfikir kritis, sehingga tidak terjebak kedalam sifat taqlid.
 Menyadari kedudukan manusia dengan Sang Pencipta.
3. Hikmah bagi masyarakat
 Penggunaan akal yang proporsional dalam kehidupan yang terus berkembang.
 Menyadari kehidupan manusia baik secara pribadi maupun dengan hubungan orang lain.

Penelitian ilmiah

Ada tiga tingkatan untuk sampai kepada perwujudan teori/ ilmu yaitu
1. Penelitian dalam upaya mencari masalah.
2. Penelitian dalam upaya mengembangkan masalah.
3. Penelitian dalam upaya menguji jawaban terhadap masalah.
Secara berturut-turut penelitian tersebut disebut penelitian eksploratif, penelitian pengembangan, penelitian verifikasi. Penelitian verifikasi yaitu penelitian yang berupaya menguji jawaban masalah, yang dimaksud adalah menguji jawaban hasil pemikiran yang kebenarannya bersifat sementara , maka penelitian verifikatiflah yang berhipotesis.
Sedangkan dua penelitian yang lain tidak berhipotesis karena masih dalam upaya mencari dan mengembangkan masalah. Meskipun demikian kedua penelitian tersebut telah menaati prosedur ilmiah, dengan memodifikasi pada langkah kerangka pikiran yang diarahkan kepada pendekatan masalah, sedangkan langkah pengujian hipotesis diganti dengan langkah teknis analisis, sementara yang lainnya tetap.
Dari ketiga macam penelitian menurut tingkatannya itu dapat dikaji metode-metode yang didasarkan kepada tujuan dan obyek-obyeknya yaitu ada yang bertujuan memperlajari, mendeskripsi , mendeteksi, dan ada pula yang menyelidiki hubungan kausalitas. Berdasarkan metode yang dilandaskan pada tujuan dan obyeknya itu dapat dibedakan beberapa bentuk penelitian yang umum dipergunakan antara lain :
• penelitian kasus
• penelitian deskriptif dibedakan antara :
 survai deskriptif
 survai perkembangan
• penelitian verifikatif : penelitian korelasional , penelitian sejarah, dan penelitian tindakan
• penelitian kausalitas dibedakan antara
 penelitian kausal-komparatif
 penelitian eksperimental
Di bawah ini diuraiakan kedelapan macam penelitian :
1. Studi kasus atau penelitian kasus
Bertujuan mempelajari secara mendalam mengenai keadaan kehidupan sekarang dengan latar belakangnya dalam interaksinya dengan lingkungan dari suatu unit sosial seperti individu, kelembagaan, komunitas ataupun masyarakat. Variabel kehidupan sosial secara lengkap menurut sistemnya dipelajari secara mendalam hanya pada satu unit sosial.
2. Penelitian deskripti
Bertujuan membuat deskriptif mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu populasi atau daerah tertentu secara sistematis, factual dan teliti. Variabel-variaabel yang diteliti terbatas saja, tetapi dilakukan secara meluas pada suatu populasi. Biasanya penelitian semacam ini disebut survai ( jadi berbeda dengan studi kasus, dimana fakta-fakta dan sifat-sifatnya dipelajari selengkapnya secara mendalamtetapi hanya pada satu unit tertentu saja).
3. Penelitian korelasional
Bertujuan untuk mendeteksi/ mengungkap sejauh mana variasi-variasi suatu factor berkaitan atau berkorelasi dengan variasi-variasi pada factor lain, yang didasarkan pada koefisiansi korelasi.
4. Penelitian kausalitas
Bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dari suatu peristiwa/fenomena.
Penelitian eksplanatori adalah penyelidikan kausalitas dengan cara mendasarkan pada pengamatan terhadap akibat yang terjadi dan mencari factor-faktor yang mungkin terjadi penyebabnya , melalui data tertentu.
Penelitian eksperimen penyelidikannnya dengan cara mengenakan faktor penyebab kepada kelompok eksperimental, kemudian dikaji akibat yang terjadi, utnuk meyakinkan bahwa yang terjaadi itu benar-benar sebagai akibat dari perlakuan, biasanya dibandingkan dengan kelompok control yang tidak dikenai perlakuan.
5. Penelitian tindakan
Tindakannya bertujuan untuk menerapkan ide-ide baru dalam rangka memecahkan masalah dalam suatu lapangan kerja atau dunia aktual lainnya.
6. Penelitian sejarah
Penelitian yang bertujuan utnuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif, yang dilakukan dengan mengumpulkan, mengevaluasi, mensintesis dan memverifikasi bukti-bukti untuk menegakkan fakta-fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.


1. Hikmah bagi Mahasiswa
 Membiasakan untuk bersikap logis-rasional
 Melatih diri melakukan penelitan, pengkajian dan mengambil kesimpulan mengenai sesuatu hal yang mendalam.
2. Hikmah bagi agama
 Melatih menggunakan akal dan dipikran pemberian Tuhan dengan sebaiik-baiknya.
 Akal merupakan sarana untuk memahami kekuasaan Tuhan.
3. Hikmah bagi masyarakat
 Menyadari manusia sebagai mahkluk sosial.
 Membuat diri manusia yang penuh toleransi dan tenggang rasa.

Epistemologi

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos, theory.
Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
Epistemologi bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara 'alim (subjek) dan ma'lum (objek). Atau dengan kata lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak.
Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa:
1. Hakikat itu ada dan nyata;
2. Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu;
3. Hakikat itu bisa dicapai, diketahui, dan dipahami;
4. Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan makrifat atas hakikat itu. Akal dan pikiran manusia bisa menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan jalan menuju ilmu dan pengetahuan tidak tertutup bagi manusia.
Keraguan-keraguan tentang hakikat pikiran, persepsi-persepsi pikiran, nilai dan keabsahan pikiran, kualitas pencerapan pikiran terhdap objek dan realitas eksternal, tolok ukur kebenaran hasil pikiran, dan sejauh mana kemampuan akal-pikiran dan indra mencapai hakikat dan mencerap objek eksternal, masih merupakan persoalan-persoalan aktual dan kekinian bagi manusia. Terkadang kita mempersoalkan ilmu dan makrifat tentang benda-benda hakiki dan kenyataan eksternal, dan terkadang kita membahas tentang ilmu dan makrifat yang diperoleh oleh akal-pikiran dan indra. Semua persoalan ini dibahas dalam bidang ilmu epistemologi.
Dengan demikian, definisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia.
Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan. Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:
1. Cakupan pokok bahasan, yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî. Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan, kemahiran, dan juga meliputi ilmu-ilmu seperti hudhûrî, hushûlî, ilmu Tuhan, ilmu para malaikat, dan ilmu manusia.
b. Ilmu adalah kehadiran (hudhûrî) dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini digunakan dalam filsafat Islam. Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî.
c. Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan ilmu logika (mantik).
d. Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang diyakini dan belum diyakini.
e. Ilmu adalah pembenaran yang diyakini.
f. Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas eksternal.
g. Ilmu adalah keyakinan benar yang bisa dibuktikan.
h. Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak berhubungan dengan masalah-masalah sejarah dan geografi.
i. Ilmu ialah gabungan proposisi-proposisi universal yang hakiki dimana tidak termasuk hal-hal yang linguistik.
j. Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.
2. Sudut pembahasan, yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari sudut mana subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi. Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika. Dan ilmu psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu. Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan. Dan dari sisi ini, ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subyek dalam epistemologi.

1. Hikmah bagi Mahasiswa
 Membiasakan diri intuk bersikap kritis
 Memecahkan masalah keilmuan secara cerdas dan valid
2. Hikmah bagi agama
 Membuka wawasan berfikir menuju ke arah penghayatan
 Menambah ketaatan beribadah tehadap Tuhan YME
3. Hikmah bagi masyarakat
 Mengembangkan sikap tanggung jawab.
 Membiasakan teliti dan cermat.

Rabu, 06 April 2011

tugas filsafat ilmu rangkuman 3 materi

Ari Kristiana
292009190/G
Rangkuman filsafat ilmu

Filsafat ilmu

Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Konsep dan pernyataan ilmiah
Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu masyarakat.
Empirisme
Salah satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme, atau ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.
Falsifiabilitas
Salah satu cara yang digunakan untuk membedakan antara ilmu dan bukan ilmu adalah konsep falsifiabilitas. Konsep ini digagas oleh Karl Popper pada tahun 1919-20 dan kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1960-an. Prinsip dasar dari konsep ini adalah, sebuah pernyataan ilmiah harus memiliki metode yang jelas yang dapat digunakan untuk membantah atau menguji teori tersebut. Misalkan dengan mendefinisikan kejadian atau fenomena apa yang tidak mungkin terjadi jika pernyataan ilmiah tersebut memang benar


Metafisika

Metafisika (Bahasa Yunani: μετά (meta) = "setelah atau di balik", φύσικα (phúsika) = "hal-hal di alam") adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
Penggunaan istilah "metafisika" telah berkembang untuk merujuk pada "hal-hal yang di luar dunia fisik". "Toko buku metafisika", sebagai contoh, bukanlah menjual buku mengenai ontologi, melainkan lebih kepada buku-buku mengenai ilmu gaib, pengobatan alternatif, dan hal-hal sejenisnya.
Beberapa Tafsiran Metafisika Dalam menafsirkan hal ini, manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran metafisika. Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supernatural)dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran seperti ini disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme. Selain paham di atas, ada juga paham yang disebut paham naturalisme. paham ini amat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri,yang dapat dipelajari dan dapat diketahui. Orang-orang yang menganut paham naturalisme ini beranggapan seperti itu karena standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah logika akal semata, sehingga mereka mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib itu. Dari paham naturalisme ini juga muncul paham materialisme yang menganggap bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi. Salah satu pencetusnya ialah Democritus (460-370 S.M). Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari mengenai makhluk hidup. Timbul dua tafsiran yang masing saling bertentangan yakni paham mekanistik dan paham vitalistik. Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substansif dengan hanya sekedar gejala kimia-fisika semata. Berbeda halnya dengan telaah mengenai akal dan pikiran, dalam hal ini ada dua tafsiran yang juga saling berbeda satu sama lain. Yakni paham monoistik dan dualistik. sudah merupakan aksioma bahwa proses berpikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (objek) yang ditelaahnya. Dari sini aliran monoistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara pikiran dan zat.keduanya (pikiran dan zat) hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Pendapat ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistik. Dalam metafisika, penafsiran dualistik membedakan antara zat dan kesadaran (pikiran) yang bagi mereka berbeda secara substansif. Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh pikiran adalah bersifat mental. Maka yang bersifat nyata adalah pikiran, sebab dengan berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada.

Epistemologi

Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

Hikmah:
1. membimbing mahasiswa untuk lebih aktif dalam mempelajari filsafat dengan teori-teori yang sangat berguna untuk kedepannya sebagai mahasiswa ataupun sebagai guru.
2. memacu mahasiswa untuk lebih aktif mencari/mencoba hal-hal baru dengan dasar filsafat.
3. membuat mahasiswa lebih kritis dan berkembang tetapi terarah.

filsafat, Sugiyanto, 292009205

Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)

• Robert Ackerman (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
• Lewis White Beck (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)

B. Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
• Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
• Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
• Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
• Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
• Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989)
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
C.Substansi Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.
1.Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
• Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
• Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
• Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
• Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
• Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d.Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
e.Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3.Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
4.Logika inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
D. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu
Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:
• Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
• Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
• Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/filsafat-ilmu/
Dalam mempelajari filsafat ilmu ini kita bisa memperoleh dasar dalam berfikir secara kritis dilingkungan masyarakat sosial yang ada disekitar kita. Kita bisa memposisikan diri kita pada posisi yang tepat dalam masyarakat apabila ada gejala sosial dan adat istiadat, namun fakta yang ada masih diragukan bila difikirkan secara nalar. Untuk itu kita sebagai mahasiswa harus bisa menyikapi semua itu dengantepat yaitu berfikir secara nyata, benar logis dan bisa diterima masyarakat sekitar.










Metafisika
(Bahasa Yunani: μετά (meta) = "setelah atau di balik", φύσικα (phúsika) = "hal-hal di alam") adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
Penggunaan istilah "metafisika" telah berkembang untuk merujuk pada "hal-hal yang di luar dunia fisik". "Toko buku metafisika", sebagai contoh, bukanlah menjual buku mengenai ontologi, melainkan lebih kepada buku-buku mengenai ilmu gaib, pengobatan alternatif, dan hal-hal sejenisnya.
Beberapa Tafsiran Metafisika Dalam menafsirkan hal ini, manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran metafisika. Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supernatural)dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran seperti ini disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme. Selain paham di atas, ada juga paham yang disebut paham naturalisme. paham ini amat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri,yang dapat dipelajari dan dapat diketahui. Orang-orang yang menganut paham naturalisme ini beranggapan seperti itu karena standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah logika akal semata, sehingga mereka mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib itu. Dari paham naturalisme ini juga muncul paham materialisme yang menganggap bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi. Salah satu pencetusnya ialah Democritus (460-370 S.M). Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari mengenai makhluk hidup. Timbul dua tafsiran yang masing saling bertentangan yakni paham mekanistik dan paham vitalistik. Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substansif dengan hanya sekedar gejala kimia-fisika semata. Berbeda halnya dengan telaah mengenai akal dan pikiran, dalam hal ini ada dua tafsiran yang juga saling berbeda satu sama lain. Yakni paham monoistik dan dualistik. sudah merupakan aksioma bahwa proses berpikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (objek) yang ditelaahnya. Dari sini aliran monoistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara pikiran dan zat.keduanya (pikiran dan zat) hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Pendapat ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistik. Dalam metafisika, penafsiran dualistik membedakan antara zat dan kesadaran (pikiran) yang bagi mereka berbeda secara substansif. Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh pikiran adalah bersifat mental. Maka yang bersifat nyata adalah pikiran, sebab dengan berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada.
Karl Jaspers
• Metafisika merupakan upaya memahami Chiffer; simbol yang mengantarai eksistensi dan transendensi.
• Manusia adalah chiffer paling unggul, karen banyak dimensi kenyataan bertemu dalam diri manusia.
• Manusia merupakan suatu mikrokosmos, pusat kenyataan; alam, sejarah, kesadaran, dan kebebasan ada dlm diri manusia.
• Metafisika: berarti membaca chiffer, transendensi, keilahian, sebagai kehadiran tersembunyi.
• Chiffer adalah jejak, cermin, gema atau bayangan transendensi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Metafisika

Dalam hal ini kita dapat memperoleh gambaran suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia yang di hubungkan dengan karya ciptaan . Dengan mepelajari mefisika kita akan lebih mengenal tentang hakekat sesungguh nya siapa tuhan ? apakah tuhan itu ada ?. Akan tetapi dalam mempelajari metafisika kita tidak mengenal hakekat tuhan dengan ilmu sains akan tetapi kita akan lebih mengenal hakekat tuhan melalui ciptaannya dengan menggunakn hati nurani kita . Dengan adaya kepercayaan (percaya hal yang goib) manusia bisa menghargai sesama dan saling hidup rukun












Logika
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

 Logika sebagai ilmu pengetahuan
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya.
 Logika sebagai cabang filsafat
Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.
Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika. logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran
 Dasar-dasar Logika
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal.
Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran deduktif—kadang disebut logika deduktif—adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Contoh argumen deduktif:
1. Setiap mamalia punya sebuah jantung
2. Semua kuda adalah mamalia
3. Setiap kuda punya sebuah jantung

Penalaran induktif—kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Contoh argumen induktif:
1. Kuda Sumba punya sebuah jantung
2. Kuda Australia punya sebuah jantung
3. Kuda Amerika punya sebuah jantung
4. Kuda Inggris punya sebuah jantung
5. Setiap kuda punya sebuah jantung
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif.


Deduktif


Induktif
• Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar.
• PJika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.

Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis. Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.
Kegunaan logika
1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta kesesatan.
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
8. Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
Macam-macam logika
Logika alamiah
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.
Logika ilmiah
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi.
Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.

Metode ilmiah

Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan observasi serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Karakterisasi
Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan observasi; observasi yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium, atau dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Proses pengukuran sering memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop, atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan penemuan peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi.
Prediksi dari hipotesis
Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau observasi suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas. Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah benar-benar akan terjadi atau tidak). Hanya dengan demikianlah maka terjadinya hasil tersebut menambah probabilitas bahwa hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah benar. Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat diobservasi, hipotesis yang mendasari prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu metode yang mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan.

http://id.wikipedia.org/wiki/Metode_ilmiah

Dengan demikian kita dapat menggambar kan logika adalah suatu ilmu yang mempertimbangkan akal pikiran yang di utarakan lewat kata dan dinyatankan lewat bahasa. Dengan suatu logika kita juga dapat menggasilkan suatu filsafat / ilmu kebenaran, kebijaksaan. Dasar logika adalah kewajaran. Garis besar manfaat dari logika adalah Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren, meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta kesesatan, terhindar dari klenik. Semua itu bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi dengan bekal pengetahuan kita sebelumnya.